Antara Senang dan Susah

Belakangan ini Jakarta terasa lebih sejuk. Bikin hati dan pikiran lebih adem. Hujan, sejatinya adalah berkah. Berkah buat alam semesta, termasuk manusia sebagai penghuninya. Coba bayangkan, dengan hujan maka .........:
  • Tanaman yang tadinya kering kerontang, dedaunan dan rerumputan yang semula agak meranggas, bunga-bungaan yang semula layu mendadak memiliki gairah. Segar .... dan putik bunga merekah dan pucuk daun mulai bermunculan.
  • Tanah yang retak dan kerontang terlihat haus mereguk tetesan hujan dan mulai terlihat padat dan menebarkan aroma kesuburannya.
  • Sungai-sungai mulai terisi kembali dan mengalirkan arusnya yang menderas, mengisi waduk, kaliu, rawa, dan mata air yang semula mengering. PLN tentu tidak perlu ketakutan lagi bahwa PLTA nya kekurangan pasokan air yang menggerakkan turbinnya.
  • AC tidak perlu dipasang untuk menyejukkan ruang. Ini berarti pengeluaran dana untuk rekening listrik bisa menurun. Tapi yang paling penting .... ada pengurangan pasokan Freon ke udara. Semoga bisa mengurangi besarnya lubang ozon, kalo para pencinta AC mau mengurangi penggunaannya.
Tapi ..... ternyata sekarang hujan menjadi bencana. Coba tengok berita di media layar kaca maupun media cetak. Beritanya hanya dari itu ke itu. Banjir.... longsor .... dan banjir lagi. Tidak pernah bisa tertangani dan alih-alih cakupan luas wilayah banjir berkurang, ternyata luasannya malah semakin bertambah. Tidak saja di wilayah dataran rendah, bahkan dataran tinggipun diterjang banjir. Jadi ..... hujan sekarang menjadi sosok yang dirindukan dengan hati yang penuh rasa was-was. Takut dan memang sekarang sudah menjadi kenyataan bahwa hujan menjadi bencana. Coba bayangkan ....
  • Mendung membuat suasana hati menjadi sendu dan susah. Membayangkan cucian pakaian susah kering dan berakibat bau apek.
  • Penyakit mudah datang, dari mulai penyakit bawaan seperti asma, juga DBD, diare, batuk - pilek .... wah jadi susah deh karena jadi ada pengeluaran extra buat obat-pbatan.
  • Banjir dimana-mana ... eh bahasa 'halusnya Genangan ...". Hihks... hiks ... genangan kok ya sampe ketinggian 3 meter. Ada kota yang separuhnya dilanda banjir. Bayangin deh, betapa roda ekonomi langsung terhenti. Dalam kondisi krisis global begini, segala daya upaya dan dana tersalurkan pada sektor yang "sia-sia". Nggak produktif, karena pabrik dan industri rakyat tutup. Lahan pertanian muspro ... karamba ikan hanyut, tambak apalagi .... Aduh hancur lebur dan ludas sudah segala upaya dan dana.
  • Hujan deras juga meluruhkan tanah dan bukit gundul yang dibabat karena alasan ekonomi rakyat (kemiskinan) atau karena tata guna tanahnya sudah berubah. Hutan/bukit hijau royo-royo sudah "dijual" jadi lahan tanaman monokultur atau jadi kawasan tambang. Ini dampak dari otoritas daerah yang mau menang-menangan dan kebablasan.
Eh ..... udah gitu, selalu ada "oknum" yang memanfaatkan bencana untuk keuntungan diri sendiri. Dana bantuan kerap tidak tersalurkan dengan baik kepada para korban, tapi dikutip atau disalurkan secara prioritas kepada keluarga terdekatnya dulu yang kebetulan menjadi korban bencana juga.

Lalu... siapa yang harus disalahkan? Kita cenderung mencari kambing hitam. Padahal, kesalahan utama tentu saja ada pada manusia. Manusia kota maupun manusia desa.. Kita sudah melakukan kesalahan dalam memperlakukan alam. Telah mendzalimi ciptaan Tuhan. Alam bergerak karena fitrahnya ... karena kodratnya dan selalu mencari kesetimbangan. Kalau ada satu bagian yang "dirusak", maka dia akan mencari kesetimbangan baru sesuai fitrahnya.

Alam tidak akan memilih-milih apakah kesetimbangan itu menjadi berkah atau bencana bagi manusia. Alam tidak diciptakan Tuhan untuk memberontak dan melawan kodrat yang telah ditetapkanNya. Alam hanya mampu bertasbih dan tunduk kepada kehendak sang Maha Pencipta. Maka manusia sebagai mahluk berakallah yang harus mempelajari dan menerapkan segala perbuatannya dalam koridor kesetimbangan alam. Agar segalanya berjalan sesuai dengan kehendak dan fitrah yang telah digariskan oleh sang Maha Pencipta. Kalau kita memperlakukan alam dengan baik, maka alam menjadi kawan yang sangat menyenangkan dan memberi manfaat yang sebaik-baiknya bagi kita.

Hujan, adalah bagian dari alam, lingkungan hidup kita yang berperilaku sesuai fitrahnya ... mencari keseimbangan. Penebangan pohon, penggundulan hutan, eksploitasi pertambangan pada hakikatnya telah merusak kesetimbangan alam. Penggunaan freon dan limbah industri telah menimbulkan polusi udara telah merusak tatanan dan susunan atmosfir bumi. Limbah industri dan limbah rumah tangga juga telah merusak komposisi air baku yang natinya akan merusak pula komposisi uap air yang kelak turun menjadi butiran hujan.

Allah menciptakan lapisan atmosfir agar gelombang sinar dan terik sinar mentari dapat berkurang. Tatanan hutan sesungguhnya diciptakanNya juga untuk menghambat "keganasan" terik mentari yang kehausan dalam "menghirup" air. Agar kandungan air di dalam permukaan bumi tidak terhisap oleh ganasnya terik mentari. Allah sudah "memperhitungkan bahwa samudra raya sudah cukup luas untuk "memuaskan dahaga" mentari. Agar manusia tetap dapat memperoleh air yang berlimpah sebagai salah satu sumber kehidupan.

Namun, manusia memang lupa dan "sok tahu". Kepandaian dikembangkan tanpa batas hingga seringkali melampaui batas moralitas dan kodrati. Bangsa yang pandai membodohi mereka yang masih terkebelakang. Perbuatan dan kerusakan di "negara maju" di limpahkan ke negara "terkebelakang" dan dijadikan komoditi "bantuan dana" sebagai kemasan pembodohan kepada negara "terkebelakang".

Lihatlah, betapa negara maju mengelak dari kewajiban untuk "mematuhi" protokol Kyoto. Kemudian negara-negara khatulistiwa dengan gegap gempita serta riang gembira masuk jeratan dan perangkap mereka. Menjual polusi, menangguk uang dengan dalih penyelamatan lingkungan. Adakah dana yang diperoleh tersebut kemudian digunakan untuk memperbaiki lingkungan hidup di negara-negara terkait? Adakah dana hasil transaksi penjualan emisi karbon tersebut kemudian digunakan untuk "menghijaukan" kembali hutan, bukit yang gundul. Adakah bongkahan-bongkahan tanah, bukit, gunung yang hancur karena eksploitasi pertambangan terbuka dapat dikembalikan seperti semula dan dihijaukan kembali agar alam menemukan kembali kesetimbangannya?

Jelas jauh panggang dari api. Dana penjualan karbon bisa jadi masuk kantong para penmgusaha dan konsultan yang jeli melihat kesempatan menangguk untung dari bisnis ini. Hutan, gunung tetap gundul. Kalau ditanami, penanaman kembali lebih berupa transformasi hutan menjadi lahan perkebunan monokultur yang tetap saja merusak kesetimbangan alam. Karena ... binatang asli penghuni kawasan tersebut sudah terlanjur punah. Kalaupun masih ada, maka binatang tersebut tidak akan dapat hidup di dalam hutan monokultur dan tentu saja akan diburu para penjaga hutan tanaman industri tersebut karena dianggap hama perusak.

Jangan salahkan alam atas bencana apapun yang terjadi. Banjir, longsor atau lebih luas lagi pemanasan global. Sesungguhnya kita telah mendzalimi alam dan sekarang "menderita" karena alam sedang mencari kesetimbangannya yang baru. Dan sesungguhnya, alih-alih mencari dan mendapatkan kesenangan, manusia telah menciptakan sendiri kesusahannya, wallahu'alam. Sumber Motivasi Lucu

0 Komentar "Antara Senang dan Susah", Baca atau Masukkan Komentar

Followers