Selamat Jalan, GUS!

Bersama : H. Sugeng Pramono

Kepulangan KH. Abdurrahman Wahid sungguh menyesakkan dada. Rasanya, begitu cepat Gus Dur berpulang ke pangkuan Illahi. Kita semua dan seluruh warga bangsa ini masih sangat membutuhkannya. Tetapi, tak ada seorangpun yang bisa menolak kematian. Tidak juga Gus Dur, yang telah sekian lama berjuang melawan penyakit yang menderita tubuhnya.

Kehidupan manusia sangat terbatas dan tidak bertahan lama. Telah dicontohkan oleh panutan agung kita, Nabi Besar Muhammad SAW, bahwa rata-rata kehidupan kita didunia ini hanyalah selama 63 tahun. Apabila ada orang yang di anugerahi usia lebih dari itu, maka itu merupakan bonus dari Allah SWT.

Setiap manusia harus mengalami akhir kehidupan. Hal ini seperti dinyatakan secara tegas dalam Al-Quranul Karim dalam Surah Ali 'Imran: 185, yang berbunyi: "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan baru pada hari kiamatlah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan kedalam surga, maka sungguh ia beruntung. Kehidupan didunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan."

Kematian itu sesuatu yang mesti terjadi pada setiap orang, walaupun dia berusaha mengindari kematian atau berusaha bersembunyi dan berlindung ditempat yang dikiranya aman. Setiap kita tidak dapat lari dan menjauhi kematian. "Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkanmu, kendatipun kamu berda dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." Demikian firman Allah dalam QS. An-Nisa : 78.

Agama Islam memang menganjurkan untuk berobat apabila menderita sakit dan melakukan upaya-upaya agar kita tidak sampai terjangkit penyakit. Namun demikian, kematian tetap akan mengejar kita, betapapun kesehatan yang kita usahakan berhasil. Kendati demikian, kita memang tidak boleh menyerah kepada takdir tampa ikhtiar.

Sejatinya, kematian merupakan sesuatu yang tidak perlu ditakuti, karena kematian itu merupakan jalan kembali kepada Tuhan yang menciptakan kita semua. Dahulu kita berada disisi Allah, kemudian kita diturunkan atau dilahirkan dimuka bumi ini guna menjalani kehidupan sementara, kemudian kita mengakhirinya dengan kematian, yang sebenarnya adalah perjalanan kita kembali kesisi Allah lagi. Dengan kata lain, kita dipanggil oleh Yang Maha Kuasa agar kembali kepada-Nya.

Kematian merupakan awal atau pintu gerbang menuju kehidupan abadi. Kematian itu sebenarnya kehidupan. Artinya, jika seseorang ingin hidup terus menerus, maka dia harus mengalami kematian terlebih dahulu. Tampa kematian tidak akan ada kehidupan abadi. Atau dalam istilah Al-Qur'an, orang yang mati disebut "Kembali kepada Sang Pencipta".

Hidup dan mati sesungguhnya merupakan ajang persaingan amal diantara manusia. Dalam hal ini dikhususkan kepada manusia, karena manusialah yang diberi beban untuk menjalankan segala aturan yang telah ditetapkan kepadanya. Dengan daya nalarnya menusia dapat memilih dan memisahkan antara yang baik dan yang buruk, atau yang benar dengan yang salah. Dengan begitu, Allah dapat mengevaluasi yang terbaik amalnya dikalangan manusia, demikian pula sebaliknya.

Rasulullah SAW menggambarkan kehidupan dunia ini laksana ladang. Ya, ladang untuk menanam tanaman berdasarkan timbangan nalar. Jika didunia ini kita mananam anggur, umpamanya, maka di akherat nanti kita akan mendapatkan buah yang sama. Artinya, apabila seseorang menanam kebaikan, maka akan memperoleh balasan kebaikan pula, yaitu surga. Sebaliknya, apabila menanam kejahatan, maka buahnya juga kejahatan, yaitu neraka. . . .

Selamat Jalan, GUS! Semoga engkau mendapat tempat yang layak di sisiNya, sesuai dengan segala amal dan perbuatanmu. Amin Ya Rabbal Alamin...!

0 Komentar "Selamat Jalan, GUS!", Baca atau Masukkan Komentar

Followers